Membaca Potenis Resesi 2023

mahasiswa umm

Modernis.co, Jakarta – Di penghujung tahun 2022, dunia diguncang dengan munculnya masalah resesi tahun 2023. Hal ini semakin diperkuat karena laporan Bank Dunia “Is a Global Recession Imminet” memprediksi kemungkinan terjadinya resesi ekonomi global di tahun 2023. Dan ini Tanda-tanda tersebut diperkuat dengan suku bunga awal tahun 2023 yang diterapkan secara agresif oleh masing-masing bank sentral di berbagai negara untuk mencegah inflasi. 

Resesi tahun 2023 disebabkan oleh beberapa faktor sosial, yaitu:

  1. Meskipun pandemi Covid-19 telah berakhir, akibat pandemi ini kegiatan pemerintah difokuskan untuk menangani pandemi sehingga membatasi beberapa kegiatan pemerintah, khususnya kegiatan ekonomi.
  2. Perang Rusia-Ukraina, perang yang berlangsung sejak Februari 2022. Terlihat hanya dua negara yang berperang, namun banyak negara yang terkena dampak berupa gangguan rantai pasokan global, terutama di bidang pangan. dan sektor energi. Yang berakhir dengan percepatan inflasi.
  3. Inflasi tinggi. Menurut laporan International Monetary Fund (IMF), inflasi global akan menjadi 8,8 persen pada 2022 dan turun menjadi 6,5 persen pada 2023, namun angka tersebut masih tergolong tinggi dalam ekonomi global.
  4. Kenaikan suku bunga acuan. Pertumbuhan ini dimulai pada paruh kedua tahun ini. Tekanan inflasi dari negara Barat dan Amerika Serikat memaksa bank sentral untuk lebih menaikkan suku bunga acuan dan negara anggota G20. Kenaikan suku bunga secara simultan ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menyebabkan resesi ekonomi global yang massif.


Resesi ekonomi global yang digadang gadang sudah di depan mata merupakan permasalahan yang sangat kompleks dikarenakan seluruh para pelaku ekonomi nasional bahkan internasional terkena dampaknya, terutama kita sendiri sebagai warga masyarakat terkena imbasnya dikarenakan kita sebagai pelaku ekonomi tersebut walaupun secara tidak langsung.

Bagi para pengusaha penjualan akan menurun dikarenakan nilai bahan yang semakin tinggi namun nilai konsumsi yang menurun dikarenakan perputaran ekonomi yang sulit. Sedangkan bagi para pekerja dikarenakan perusahaan perusaahan yang mengalami penurunan pendapatan dan guna mencegah kebangkrutan diberlakukannya PHK yang membuat para pekerja kehilangan pekerjaannya.

Sebagai lokomotif pembangunan yang menggerakkan roda pertumbuhan ekonomi, infrastruktur memegang peran yang sangat penting. Kehadiran infrastruktur akan mendorong peningkatan produktivitas faktor produksi, memperlancar pergerakan orang, barang dan jasa, serta memperlancar perdagangan antar daerah. Dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak besar pada tingkat penyediaan, kualitas layanan dan efektivitas pengelolaan infrastruktur. Untuk itu, pembangunan infrastruktur tetap diperlukan.

Pengeluaran pemerintah memainkan peran kunci dalam meningkatkan ekonomi dalam resesi di mana konsumsi lesu dan bisnis terancam gagal. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan pembangunan infrastruktur berpotensi untuk memfasilitasi pemulihan ekonomi yang lebih kuat dan penting dalam mengatasi perubahan iklim. Selain itu, investasi dalam infrastruktur yang baik saat ini dapat berdampak pada ekonomi, lingkungan, dan masyarakat suatu negara selama beberapa dekade mendatang.

Menurutnya, pembangunan infrastruktur merupakan prioritas nasional bagi Indonesia. Hal ini penting untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan dasar, serta meningkatkan produktivitas dan daya saing. Kondisi ekonomi Indonesia dinilai masih kuat menghadapi gejolak ekonomi global yang berujung resesi. Potensi untuk bertahan dari risiko resesi cukup besar, karena didukung oleh PDB yang tetap positif, dan inflasi yang relatif rendah dibandingkan banyak negara lain.

Pemerintah perlu mengatasi ancaman resesi global yang akan datang dengan mengambil langkah antisipasi untuk terus mendongkrak kinerja perekonomian nasional. Meski kinerja perekonomian nasional saat ini cukup optimis, namun jika ekonomi global memang mengalami resesi, diyakini Indonesia juga akan terkena dampaknya, yang dapat menyeret Indonesia ke dalam “jurang” resesi ekonomi.

Melihat kemungkinan tersebut, pemerintah perlu merumuskan kebijakan yang tepat terkait pembangunan infrastruktur Indonesia. Melihat berbagai keterbatasan kemampuan ekonomi nasional saat ini, pembiayaan infrastruktur perlu melakukan terobosan inovasi investasi infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan dana infrastruktur dan percepatan pembangunan infrastruktur.

Agenda utama G20 untuk investasi infrastruktur berkelanjutan juga membahas salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan pembiayaan infrastruktur. Agenda ini sejalan dengan prioritas Indonesia untuk pemulihan yang berkelanjutan, inklusif dan tangguh di G20 tahun 2022 untuk “Recovery Together, Recovery Stronger”. Investasi infrastruktur yang berkelanjutan adalah kunci utama untuk mewujudkannya. Keberlanjutan dan pertumbuhan setelah pandemi Covid-19.

Kapasitas keuangan yang terbatas, terutama di negara-negara berkembang, merupakan tantangan besar untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur berkelanjutan yang tidak terpenuhi. Ada kesenjangan pendanaan yang serius dalam berinvestasi dalam pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama yang kuat antara pemerintah, sektor swasta, dan bank pembangunan nasional dan internasional.

Menkeu menyoroti beberapa masukan penting dalam dialog tersebut, antara lain peningkatan kapasitas dalam penyiapan proyek, perlunya memastikan kualitas infrastruktur sesuai dengan prinsip-prinsip Environmental, Social Governance (ESG), dan pentingnya peningkatan kapasitas dalam pengelolaan proyek infrastruktur.

Oleh: Ghathfan Maulana Rizky Sasongko, Jurusan Akuntansi Universitas Muhammadiah Malang

editor
editor

salam hangat

Related posts

Leave a Comment